Senin, 02 Mei 2011

Syiah


SYIAH
Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Muslim Syi'ah mengikuti Islam sesuai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan Ahlul Bait-nya. Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari Syi'ah adalah Shī`ī (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah


ETOMOLIGI
[[Berkas:Mawla.jpg|96px|left|Perangko pos dari [[Iran]], berhubung dengan Hadits Gadir Kum, ketika Nabi Muhammad memilih Ali sebagai mawla]]
Istilah ''Syi'ah'' berasal dari kata [[Bahasa Arab]] شيعة ''Syī`ah''. Bentuk tunggal dari kata ini adalah ''Syī`ī'' شيعي.

"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah ''Syi`ah `Ali'' شيعة علي artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang [[Surat Al Bayyinah|Q.S. Al-Bayyinah]] ayat ''khoirulbariyyah'', saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (''ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun'')<ref>Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti</ref>

Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara.<ref>Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji</ref> Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa [[Ali bin Abu Thalib]] sangat utama di antara para [[Sahabat Nabi|sahabat]] dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.<ref>Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm</ref> Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana [[Sunni]] juga mengalami perpecahan mazhab.


Ikhtisar

Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.
Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Muhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung oleh Nabi Muhammad, dan perintah Nabi berarti wahyu dari Allah.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.

== Sekte dalam Syi'ah ==
Syi'ah terpecah menjadi 22 sekte {{fact}}. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada sampai sekarang, yakni:

=== Dua Belas Imam ===
{{utama|Dua Belas Imam}}
Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam); dinamakan demikian sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada dua belas imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan imam mereka yaitu:
# [[Ali bin Abi Thalib]] ([[600]]–[[661]]), juga dikenal dengan ''Amirul Mukminin''
# [[Hasan bin Ali]] ([[625]]–[[669]]), juga dikenal dengan ''Hasan al-Mujtaba''
# [[Husain bin Ali]] ([[626]]–[[680]]), juga dikenal dengan ''Husain asy-Syahid''
# [[Ali bin Husain]] ([[658]]–[[713]]), juga dikenal dengan ''Ali Zainal Abidin''
# Muhammad bin Ali ([[676]]–[[743]]), juga dikenal dengan ''[[Muhammad al-Baqir]]''
# Jafar bin Muhammad ([[703]]–[[765]]), juga dikenal dengan ''[[Ja'far ash-Shadiq]]''
# Musa bin Ja'far ([[745]]–[[799]]), juga dikenal dengan ''[[Musa al-Kadzim]]''
# Ali bin Musa ([[765]]–[[818]]), juga dikenal dengan ''[[Ali ar-Ridha]]''
# Muhammad bin Ali ([[810]]–[[835]]), juga dikenal dengan ''[[Muhammad al-Jawad]]'' atau Muhammad at Taqi
# Ali bin Muhammad ([[827]]–[[868]]), juga dikenal dengan ''[[Ali al-Hadi]]''
# Hasan bin Ali ([[846]]–[[874]]), juga dikenal dengan ''[[Hasan al-Asykari]]''
# Muhammad bin Hasan ([[868]]—), juga dikenal dengan ''[[Muhammad al-Mahdi]]''

Ismailiyah
{{utama|Ismailiyah}}
Disebut juga Tujuh Imam; dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya tujuh orang dari 'Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan imam mereka yaitu:
# [[Ali bin Abi Thalib]] ([[600]]–[[661]]), juga dikenal dengan ''Amirul Mukminin''
# [[Hasan bin Ali]] ([[625]]–[[669]]), juga dikenal dengan ''Hasan al-Mujtaba''
# [[Husain bin Ali]] ([[626]]–[[680]]), juga dikenal dengan ''Husain asy-Syahid''
# [[Ali bin Husain]] ([[658]]–[[713]]), juga dikenal dengan ''Ali Zainal Abidin''
# Muhammad bin Ali ([[676]]–[[743]]), juga dikenal dengan ''[[Muhammad al-Baqir]]''
# Ja'far bin Muhammad bin Ali ([[703]]–[[765]]), juga dikenal dengan ''[[Ja'far ash-Shadiq]]''
# Ismail bin Ja'far ([[721]] – [[755]]), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.

Zaidiyah
{{utama|Zaidiyah}}
Disebut juga Lima Imam; dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:
# [[Ali bin Abi Thalib]] ([[600]]–[[661]]), juga dikenal dengan ''Amirul Mukminin''
# [[Hasan bin Ali]] ([[625]]–[[669]]), juga dikenal dengan ''Hasan al-Mujtaba''
# [[Husain bin Ali]] ([[626]]–[[680]]), juga dikenal dengan ''Husain asy-Syahid''
# [[Ali bin Husain]] ([[658]]–[[713]]), juga dikenal dengan ''Ali Zainal Abidin''
# [[Zaid bin Ali]] ([[658]]–[[740]]), juga dikenal dengan ''Zaid bin Ali asy-Syahid'', adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.



Hubungan antara Sunni dan Syi'ah telah mengalami kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan ideologis antara para pengikut Bani Umayyah dan para pengikut Ali bin Abi Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syi'ah dengan nama Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna meninggalkan.[4] Dalam terminologi syariat Sunni, Rafidhah bermakna "mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakar dan Umar bin Khattab, berlepas diri dari keduanya, dan sebagian sahabat yang mengikuti keduanya".
Sebagian Sunni menganggap firqah (golongan) ini tumbuh tatkala seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba yang menyatakan dirinya masuk Islam, mendakwakan kecintaan terhadap Ahlul Bait, terlalu memuja-muji Ali bin Abu Thalib, dan menyatakan bahwa Ali mempunyai wasiat untuk mendapatkan kekhalifahan. Syi'ah menolak keras hal ini. Menurut Syiah, Abdullah bin Saba' adalah tokoh fiktif.
Namun terdapat pula kaum Syi'ah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan Zaidiyyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib. Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan di antara para sahabat mengenai masalah imamah Abu Bakar dan Umar.[5]

Sebutan Rafidhah oleh Sunni

Sebutan Rafidhah ini erat kaitannya dengan sebutan Imam Zaid bin Ali yaitu anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan di tahun 121 H.[6]
  • Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang melebihkan Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakar dan Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakar dan Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "Rafadhtumuunii".[7]
  • Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu' Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah pasti Syi'ah, sedangkan Syi'ah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syi'ah menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi'ah Zaidiyyah.
  • Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau (Imam Ahmad) menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar'."[8]
  • Pendapat yang agak berbeda diutarakan oleh Imam Syafi'i. Meskipun mazhabnya berbeda secara teologis dengan Syi'ah, tetapi ia pernah mengutarakan kecintaannya pada Ahlul Bait dalam diwan asy-Syafi'i melalui penggalan syairnya: "Kalau memang cinta pada Ahlul Bait adalah Rafidhah, maka ketahuilah aku ini adalah Rafidhah".[9]


    • ^ Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti
    • ^ Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji
    • ^ Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm
    • ^ Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829
    • ^ Baca al-Ghadir, al-Muroja'ah, Akhirnya Kutemukan Kebenaran, dll
    • ^ Badzlul Majhud, 1/86
    • ^ Maqalatul Islamiyyin, 1/137
    • ^ Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Ibnu Taimiyyah
    • ^ Abu Zahrah, Muhammad. Imam Syafi'i: Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Akidah, Politik & Fiqih, Penerjamah: Abdul Syukur dan Ahmad Rivai Uthman, Penyunting: Ahmad Hamid Alatas, Cet.2 (Jakarta: Lentera, 2005).